Teruntuk: yang terkasih, suami masa depanku
Hai, sayang. Apa kabar?
Saat menulis surat ini, aku sedang memikirkanmu.
Memikirkan kita.
Aku mengetik surat ini sambil berharap cemas teman-temanku tidak menemukan blogku dan membaca surat ini. Mereka pasti akan meledekku habis-habisan. Tapi biarlah, aku sudah terlanjur memulai surat ini. Bukankah setiap orang bebas mengeluarkan pendapatnya? Dan aku yakin, mereka akan tetap berteman denganku. Karena lingkaran teman-teman terbaikku penuh dengan orang-orang aneh. Jadi bisa kupastikan, aku bukanlah satu-satunya yang aneh. :)
Aku tidak sedang frustasi karena terlalu lama sendiri. Bukan juga terlalu mengkhayalkan sesuatu yang belum pasti. Aku hanya rindu. Salahkah merindukan seseorang yang belum pernah bertemu? Aku membutuhkan waktu sepuluh menit di depan laptop sampai aku memutuskan untuk menulis ini padamu. Maka biarkan aku menyelesaikan surat ini dulu, agar tersalurkan rinduku padamu.
Seperti apa ya nanti kita bertemu? Sampai aku menulis surat ini, belum ada satupun clue tentangmu yang aku tahu. Yang aku tahu, meski belum tahu kamu seperti apa, tapi aku mau kamu percaya bahwa aku sudah mengasihimu saat ini. Iya, kamu. Suami masa depanku.
Kamu tertawa tidak ya ketika membaca surat pertamaku ini? Aku norak ya? Nggak apa-apa kalau kamu mau tertawa. Aku tahu kok, kamu pasti tetap akan menyelesaikan membaca surat ini.
Hmmm...aku sebenarnya bingung apa yang bisa kuceritakan dalam surat ini. Atau mungkin lebih baik aku bertanya saja padamu. Hmm...aku sudah tanyakan kabarmu atau belum ya? Eh kenapa aku jadi grogi begini.....padahal di depanku hanya ada laptop dan bukan kamu. Hmm...sayang, apa yang sedang kamu lakukan saat ini? Kamu bekerja? Bekerja apa? Dimana? Apa pekerjaanmu itu sesuai dengan minatmu? Sesuai dengan passion-mu? Apa kamu sudah menemukan panggilan Tuhan dalam hidupmu? Apakah semua pertanyaanku ini membuatku mulai tampak membosankan? Apa aku sebaiknya melamar pekerjaan sebagai wartawan saja?
Beri tahu aku secepatnya ya bagaimana kabar terbarumu. Tolong kasi tau aku selengkapnya lengkapnya. Aku ingin tahu dan ingin ikut berjuang bersamamu. Aku ingin suatu saat nanti duduk di sampingmu, mendengarmu bercerita tentang mimpi-mimpimu. Tentang harapanmu. Tentang panggilan Tuhan dalam hidupmu dan bagaimana kamu mengerjakannya. Aku juga mau menjadi orang pertama yang mendengar keluhan-keluhanmu. Tentang masalahmu dengan rekan kerjamu. Tentang kekecewaanmu. Tentang ketakutanmu.
Aku memang bukan malaikat yang akan menghilangkan semua bebanmu sekaligus sesaat setelah kamu bercerita (sampai sekarang aku sebenarnya masih sangsi, apakah ada malaikat yang seperti itu?). Aku hanya seorang perempuanmu yang saat kamu bercerita, akan membuatkanmu secangkir kopi panas ternikmat yang pernah kamu cicipi. Nikmat, karena aku membuatnya dengan ramuan cinta dan mengaduknya dengan sendok kasih sayang (ya aku tahu dari keseluruhan surat pertamaku ini, bagian inilah yang paling lebay). Oh ya, aku belum tahu kamu suka minuman apa. Kopi hitam atau kopi susu? Teh hijau atau coklat panas? Tapi rasanya asal kita bersama, minum apa saja tetap terasa nikmat kan? *lalu nyodorin aqua galon*
Hai, sayang. Apa kabar?
Saat menulis surat ini, aku sedang memikirkanmu.
Memikirkan kita.
Aku mengetik surat ini sambil berharap cemas teman-temanku tidak menemukan blogku dan membaca surat ini. Mereka pasti akan meledekku habis-habisan. Tapi biarlah, aku sudah terlanjur memulai surat ini. Bukankah setiap orang bebas mengeluarkan pendapatnya? Dan aku yakin, mereka akan tetap berteman denganku. Karena lingkaran teman-teman terbaikku penuh dengan orang-orang aneh. Jadi bisa kupastikan, aku bukanlah satu-satunya yang aneh. :)
Aku tidak sedang frustasi karena terlalu lama sendiri. Bukan juga terlalu mengkhayalkan sesuatu yang belum pasti. Aku hanya rindu. Salahkah merindukan seseorang yang belum pernah bertemu? Aku membutuhkan waktu sepuluh menit di depan laptop sampai aku memutuskan untuk menulis ini padamu. Maka biarkan aku menyelesaikan surat ini dulu, agar tersalurkan rinduku padamu.
Seperti apa ya nanti kita bertemu? Sampai aku menulis surat ini, belum ada satupun clue tentangmu yang aku tahu. Yang aku tahu, meski belum tahu kamu seperti apa, tapi aku mau kamu percaya bahwa aku sudah mengasihimu saat ini. Iya, kamu. Suami masa depanku.
Kamu tertawa tidak ya ketika membaca surat pertamaku ini? Aku norak ya? Nggak apa-apa kalau kamu mau tertawa. Aku tahu kok, kamu pasti tetap akan menyelesaikan membaca surat ini.
Hmmm...aku sebenarnya bingung apa yang bisa kuceritakan dalam surat ini. Atau mungkin lebih baik aku bertanya saja padamu. Hmm...aku sudah tanyakan kabarmu atau belum ya? Eh kenapa aku jadi grogi begini.....padahal di depanku hanya ada laptop dan bukan kamu. Hmm...sayang, apa yang sedang kamu lakukan saat ini? Kamu bekerja? Bekerja apa? Dimana? Apa pekerjaanmu itu sesuai dengan minatmu? Sesuai dengan passion-mu? Apa kamu sudah menemukan panggilan Tuhan dalam hidupmu? Apakah semua pertanyaanku ini membuatku mulai tampak membosankan? Apa aku sebaiknya melamar pekerjaan sebagai wartawan saja?
Beri tahu aku secepatnya ya bagaimana kabar terbarumu. Tolong kasi tau aku selengkapnya lengkapnya. Aku ingin tahu dan ingin ikut berjuang bersamamu. Aku ingin suatu saat nanti duduk di sampingmu, mendengarmu bercerita tentang mimpi-mimpimu. Tentang harapanmu. Tentang panggilan Tuhan dalam hidupmu dan bagaimana kamu mengerjakannya. Aku juga mau menjadi orang pertama yang mendengar keluhan-keluhanmu. Tentang masalahmu dengan rekan kerjamu. Tentang kekecewaanmu. Tentang ketakutanmu.
Aku memang bukan malaikat yang akan menghilangkan semua bebanmu sekaligus sesaat setelah kamu bercerita (sampai sekarang aku sebenarnya masih sangsi, apakah ada malaikat yang seperti itu?). Aku hanya seorang perempuanmu yang saat kamu bercerita, akan membuatkanmu secangkir kopi panas ternikmat yang pernah kamu cicipi. Nikmat, karena aku membuatnya dengan ramuan cinta dan mengaduknya dengan sendok kasih sayang (ya aku tahu dari keseluruhan surat pertamaku ini, bagian inilah yang paling lebay). Oh ya, aku belum tahu kamu suka minuman apa. Kopi hitam atau kopi susu? Teh hijau atau coklat panas? Tapi rasanya asal kita bersama, minum apa saja tetap terasa nikmat kan? *lalu nyodorin aqua galon*
Ah, aku hanya ingin menghiburmu saja.
Rasanya sekian dulu surat pertamaku ini.
Semoga aku bisa sama sabarnya denganmu dalam menunggu datangnya masa kita nanti. Semoga kita bisa sama-sama menikmati masa lajang dan penantian ini, menjaga kekudusan dan kemurnian, terus punya hati yang haus akan DIA, dan mempercayakan hidup kita hanya pada DIA. Tuhan dan Raja kita. Sang Penguasa dan Pemilik hidup dan hati kita.
dari yang sangat mengasihimu,
istri masa depanmu.
p.s. jaga kesehatanmu, ya.
istri masa depanmu.
p.s. jaga kesehatanmu, ya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar